September 20, 2025
IMG-20250915-WA0058

Dodi Ilham, Koordinator Nasional, Forum Eksponen Aktivis 98,

Jakarta, 13 September 2025

 

ExposeBanten.com | Rubrik – Gerakan Nurani Bangsa (GNB) kembali muncul, membawa 17+8 tuntutan, duduk manis di ruang istana selama tiga jam bersama Presiden Prabowo. Mereka mengusung nama “nurani”, membungkus diri dengan legitimasi religius dan moralitas etis. Namun, Forum Eksponen Aktivis 98 bertanya: di mana nurani mereka ketika bangsa ini berdarah pada Mei 1998?

 

Kami masih mengingat jelas: ribuan mahasiswa, buruh, dan rakyat jelata mengorbankan darah dan nyawa di jalanan. Suara mahasiswa pecah di bawah desing peluru, tubuh ditumbalkan demi satu kata: Reformasi. Tetapi GNB tidak hadir. Mereka baru tampil sekarang saat panggung sudah megah, saat mikrofon sudah terpasang, saat kamera sudah menyorot sebagai pahlawan kesiangan.

 

Apakah GNB benar-benar mengusung nurani? Ataukah sekadar menjadikan religiusitas sebagai komoditas politik? Bagi kami, wajah GNB adalah wajah bertopeng. Di balik narasi “nurani”, tersembunyi kalkulasi politik. Di balik jargon “etis”, berdiri kompromi kekuasaan.

 

Sejarah pun mencatat: kelompok moralistik semacam inilah yang dulu dipakai Amien Rais untuk menunggangi gerakan mahasiswa 98. Mereka bukan penggerak, melainkan pembonceng. Bahkan UUD 1945 dipreteli hingga empat kali, memisahkan batang tubuh dari ruh pembukaannya. Gus Dur, tokoh NU sejati yang berpihak pada rakyat kecil, ditumbalkan. Nurani bangsa kala itu dilacurkan.

 

Hari ini, GNB berdiri di istana, membawa tuntutan seolah merekalah satu-satunya juru bicara rakyat. Padahal rakyat sejati telah lama bersuara dari pemuda 1945 yang memproklamasikan kemerdekaan di tengah perang dunia, hingga mahasiswa 1998 yang menumbangkan rezim otoriter. Mereka itulah prophetic society: rakyat yang bukan hanya berteriak, tetapi rela berkorban demi republik.

 

Mereka bukan beretorika di ruang ber-AC, melainkan berhadapan langsung dengan gas air mata, pentungan, dan peluru tajam. Mereka tidak menyodorkan daftar tuntutan di meja istana, tetapi menyerahkan nyawa di jalanan.

 

Maka kami, Forum Eksponen Aktivis 98, dengan tegas menyatakan:

 

Nurani bangsa bukan milik GNB. Nurani bangsa adalah milik rakyat yang berani melawan tirani.

 

Nurani bangsa tidak lahir di istana. Ia lahir di jalanan, di kampus, di desa, di pasar, di pabrik, di tempat rakyat berjuang setiap hari.

 

Nurani bangsa tidak mengenal topeng. Ia jujur, tulus, lahir dari keberanian, bukan dari kalkulasi politik.

 

GNB boleh menulis tuntutan 17+8. Tapi tanpa akar dari keringat dan darah rakyat, itu hanyalah retorika kosong. Sejarah bangsa ini tidak ditulis oleh penumpang panggung, melainkan oleh mereka yang berani menjadi korban demi Indonesia.

Please follow and like us:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *