October 13, 2025
IMG_20251005_170551

ExposeBanten.com | Serang – Jalan Spiritual ayat-ayat “Langit, Bumi, dan dalam diri kita” mengacu pada perenungan kebesaran Allah melalui penciptaan alam semesta dan diri manusia, di mana alam semesta dan tubuh kita dipandang sebagai “ayat” atau tanda kekuasaan dan keesaan Tuhan yang dapat dipahami melalui akal dan iman.

 

Salah satu aktivis Spiritual Nusantara asal Serang-Banten, Jacob Ereste mengatakan ada yang beranggapan bahwa ajakan mendalami spiritual dengan menjelajahi wilayah serta beragam dimensi yang meliputinya adalah seruan,desakan, untuk pengetahuan dan penghayatan dari kedalaman agama, agar tidak terperosok pada gaya hidup agnostik.

 

“Agama, tidak sekedar menjadi identitas administratif, tetapi merupakan kebutuhan spiritual untuk menjaga etika, moral dan akhlak mulia yang dikaruniai oleh Allah SWT, “Ucapnya kepada ExposeBanten.com, Minggu (5/10/2025).

 

Menurutnya, pemahaman agnostik, percaya kepada Tuhan, namun abai untuk menjalankan ritual keagamaan, memang ada gejala dari kecenderungan dilakukan oleh banyak orang. Apalagi dalam prakteknya yang dijumpai di lapangan dominan membatasi kebebasan dalam beraktivitas dan bercampur gaul dengan beragam latar belakang agama serta budaya yang berbeda.

 

Dia juga mengatakan, pandangan dari kecenderungan menjadi agnostik ini umumnya diminati oleh generasi muda kelahiran tahun 1990 hingga 2000 yang mengalami guncangan peradaban global yang semakin tidak menentu arahnya, kecuali berlomba dalam ilmu dan pengetahuan seputar teknologi mutahir.

 

“Kecuali itu, tawaran dari teknologi paling modern pun memberi kemudahan, efektif dan efisien dalam memberi pelayanan terhadap kebutuhan dan keperluan yang serba ingin cepat praktis dan simpel, “tutur Jacob.

 

Ia menjelaskan, Krisis terhadap citra keagamaan pun semakin memudar, sehingga gerakan kebangkitan kesadaran dan pemahaman spiritual semakin mendapat tempat dan sungguh diperlukan sebagai jalan keluar terbaik dan paling moderat memberi jalan tengah sebagai alternatif pilihan yang dapat diterima dan dilakukan oleh seluruh pemeluk agama yang ada di dunia.

 

“Dari berbagai penelitian dan penelusuran Atlantika Institut Nusantara, munculnya pemahaman agnostik untuk sementara dapat disimpulkan akibat dari respons terhadap sifat dan sikap kemunafikan dan kekerasan yang bertopeng agama, “kata Jacon.

 

Lanjutnya, “Sehingga tantangannya, bagaimana agama bisa kembali menunjukkan wajahnya yang jujur, damai, inklusif dan relevan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang paling hakiki serta penuh kecintaan terhadap sesama makhluk di dunia serta lingkungan alam yang harus disadari sebagai milik bersama, “tegasnya.

 

Aktivis Spiritual Nusantara berpendapat, menguapnya nilai-nilai spiritual dalam kehidupan manusia semakin mendorong munculnya banyak persoalan yang bertaut dengan psikologis, tekanan kejiwaan, stres hingga depresi yang berkepanjangan akibat tekanan kebutuhan hidup yang tidak pernah dirasakan mencukupi, kendati realitasnya sudah melebihi takaran kemewahan.

 

Ia menjelaskan, tekanan psikologis ini juga diperberat oleh sikap materialistik yang terlanjur menjadi standar hidup serta sikap hedonisme.

 

Karena itu, kata Jacob, kekayaan yang sudah melimpah pun tidak pernah dirasa cukup, karena sikap dan sifat ugahari dan kesederhanaan sudah tergilas oleh semangat perlombaan untuk lebih wah dan lebih mewah dari orang lain yang menjadi acuan penakar dari kesuksesan yang juga harus diperoleh. Agar gengsi dan harga diri yang semu itu dapat dianggap setara atau lebih unggul dari siapapun.

 

“Saniepo tentang sila dari falsafah bangsa Indonesia yang meyakini bahwa “Ketuhanan Yang Maha Esa” acap dipiuhkan dengan geguyon “Keuangan Yang Maha Kuasa” sesungguhnya hendak menggambarkan betapa nilai-nilai material telah mengangkangi nilai-nilai spiritual yang seharusnya tetap terjaga dan terpelihara dalam batin setiap manusia Indonesia yang mulia dan luhur, “Ucap Jacob sambil tersenyum.

 

“Begitulah suasana kebingungan dalam dua pilihan antara agnostik dan spiritual dalam kegamangan menentukan dua jalan pilihan yang tengah terjadi sekarang di era teknologi paling modern yang mungkin akan segera disusul oleh teknologi super modern yang lebih canggih dan bisa juga semakin membingungkan, “tandasnya.

 

Menurutnya, memang memilih jalan agnostik bukan pilihan bijak untuk menghadapi peradaban yang bergerak dan bergerak melakukan lompatan-lompatan yang acap tidak bisa diterima oleh akal sehat.

 

“Tapi begitulah watak ilmu dan pengetahuan yang akan terus maju dan berkembang meninggalkan masa silam yang telah dianggap suram. Jadi dalam kebingungan spiritual masih dapat menemukan jalan terbaik yang lebih rasional untuk dibimbing oleh Tuhan sebagai penguasa jagat raya alam semesta ini, dengan cara membaca petunjuk ayat-ayat Langit, ayat-ayat Bumi, dan ayat-ayat yang ada di dalam diri kita sendiri, “pungkasnya. (*)

 

Please follow and like us:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *