
ExposeBanten.com / Kab.Tangerang – Ironi kembali mencuat dalam proyek pemerintah. Proyek pemetaan halaman SDN Balaraja 02 yang dibiayai anggaran APBD 2024 senilai Rp119.875.000 dan dikerjakan oleh CV. Septian Putra, mendapat sorotan tajam. Proyek yang berada di bawah kendali Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang ini disebut-sebut banyak menyisakan persoalan serius di lapangan. Selasa (3/11/2024).

Dugaan pertama yang mencuat adalah lemahnya pengawasan terhadap pelaksanaan proyek. Proses pengerjaan yang berlangsung di halaman sekolah disebut tidak memenuhi standar keselamatan kerja (K3). Pekerja terlihat tidak mengenakan alat pelindung diri yang layak, beberapa bahkan hanya memakai sandal. Tidak ada batas pekerjaan yang jelas, sehingga puing-puing pembongkaran berserakan di sekitar lokasi. Ironisnya, pengawas lapangan dari dinas maupun kontraktor pun absen.
Puncak kejanggalan terjadi pada malam hari. Sekjen LMPI DPC Kabupaten Tangerang, Rizal, yang turun langsung ke lokasi selasa 3 Desember 2024 sekitar pukul 22.00 WIB, mempertanyakan alasan pekerjaan dilakukan hingga larut malam. Salah satu pekerja menjawab, “Ya, Bang, disuruh cepat selesai. Hari Sabtu ini wajib selesai.” Pernyataan ini menimbulkan dugaan bahwa proyek tersebut dikerjakan dengan metode kejar target yang tidak mengindahkan standar teknis.
Lebih mengejutkan lagi, Rizal menyebut bahwa proyek ini dikaitkan dengan seorang kepala desa yang dikenal dengan inisial “Blk” bukan orang biasa di wilayah Kabupaten Tangerang. Dugaan ini semakin menguatkan indikasi adanya permainan di balik proyek tersebut. Apakah benar proyek ini dijadikan ajang pemburu keuntungan cepat dengan mengabaikan kualitas?
Kejar target kerja hingga larut malam jelas berpotensi menimbulkan dampak negatif. Standar teknis dan kualitas pekerjaan diduga diabaikan demi memenuhi tenggat waktu. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: di mana tanggung jawab kontraktor dan dinas pendidikan sebagai pihak pemberi proyek?
Rizal tidak tinggal diam. Ia dengan tegas meminta agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Inspektorat, Dinas Pendidikan, serta Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan. “Jangan diam. Ini uang hasil pajak rakyat, jangan main-main,” tegasnya.
Proyek pemerintah yang seharusnya menjadi contoh transparansi dan akuntabilitas justru diselimuti berbagai kejanggalan. Dugaan lemahnya pengawasan hingga potensi penyalahgunaan anggaran menjadi catatan hitam yang mencoreng kepercayaan publik.
Mengapa kontrol sosial seperti ini diabaikan? Apakah memang ada kesengajaan untuk menutup mata atas dugaan pelanggaran yang terjadi? Publik berhak tahu dan meminta pertanggungjawaban.
Kasus ini seolah menegaskan betapa rentannya pengelolaan proyek di lapangan terhadap praktik-praktik yang merugikan rakyat. Apakah ini hanya fenomena gunung es? Jika benar, maka ini adalah alarm keras bagi pihak terkait untuk segera bertindak.
Saat ini, masyarakat menunggu langkah nyata dari pihak berwenang. Jangan sampai kasus ini hanya menjadi satu dari sekian banyak cerita ironi proyek pemerintah yang berujung pada kekecewaan publik. Rakyat menuntut akurasi, transparansi, dan keadilan.
(Red)