
ExposeBanten.com | Tangerang – Efisiensi anggaran yang digemborkan pemerintah pusat, tidak berpengaruh dengan biaya perjalanan dinas (Perdin) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tangerang.
Hal tersebut, menjadi sorotan dengan nilai fantastis yang mencapai Miliaran rupiah, tepatnya kurang Lebih Rp46 Miliar.

Terlihat dalam Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) Rencana Umum Pengadaan (RUP) Swakelola Sekretariat DPRD Kabupaten Tangerang tahun 2025.
Sejumlah paket perjalanan dinas yang dianggarkan Sekretariat DPRD Kabupaten Tangerang itu seperti Belanja Perjalanan Dinas Biasa Koordinasi dan Konsultasi Pelaksanaan Tugas DPRD dengan nilai Rp. 16.098.760.000.
Serta Belanja Perjalanan Dinas paket Meeting luar kota Koordinasi dan Konsultasi Pelaksanaan Tugas DPRD dengan nilai Rp. 20.289.375.000.
Hal ini pun cukup mencengangkan sampai mendapatkan sorotan sejumlah pihak, karena dinilai tidak mengindahkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi anggaran, yang membatasi anggaran seremonial, studi banding serta perjalanan dinas.
Seperti diungkapkan aktivis pemerhati kebijakan Kabupaten Tangerang, Asep Supriatna Ketua Front Banten Bersatu (FBB) DPD Kabupaten Tangerang, yang menyebut hal ini menjadi sorotan publik di tengah ramainya pemerintah pusat dalam menjalankan ketahanan pangan untuk efisiensi anggaran.
“Saya menilai di tengah ekonomi yang serba kesulitan ini DPRD tidak perlu boros, apalagi sudah ada Inpres Efisiensi anggaran yang menyatakan mengurangi biaya perjalanan dinas” ungkapnya kepada ExposeBanten.com, pada Kamis (17/4/2025).
Perjalanan dinas dengan biaya hingga miliaran rupiah ini lanjut Asep, mencerminkan ironi dalam tata kelola anggaran, di tengah masih sulitnya masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dasar.
Seperti dari sisi pendidikan, kesehatan hingga infrastruktur layak untuk didapatkan, serta pelayanan lainnya.
“Alih-alih menunjukan empati dan keberpihakan kepada rakyat, alokasi besar-besaran untuk perjalanan dinas memperlihatkan adanya pemborosan dan inkonsistensi terhadap semangat efisiensi birokrasi” tutur Asep.
Asep mengatakan, publik berhak mempertanyakan, seberapa besar manfaat konkret dari perjalanan-perjalanan tersebut terhadap pembangunan daerah.
Apakah laporan dan hasil kunjungan tersebut berdampak langsung terhadap kebijakan yang berpihak pada rakyat.
Dengan dana miliaran rupiah lanjut Asep, masyarakat tentu berharap hasil kunjungan tersebut bisa membawa perubahan.
“Pasti masyarakat berharap adanya perubahan dengan adanya kunjungan tersebut. Tapi nyatanya hanya mengendap tanpa tindak lanjut,” katanya.
Ia menilai, bahwa sebagian anggota DPRD lebih nyaman menjadi (turis politik) ketimbang pelayan publik dan hanya anggota dewan yang cuma jalan-jalan saja.
“Rakyat tidak butuh pejabat yang sering bepergian, tapi pejabat yang hadir, bekerja, dan benar-benar memperjuangkan nasib mereka, nilai yang lain-lainnya tidak saya sebutkan satu persatu, hingga mencapai Rp46 Miliar, total semuanya,” tegasnya.
(Sopian)