
ExposeBanten.com / Kab.Tangerang – Proyek Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang dengan judul pekerjaan Pemetaan Halaman SDN Balaraja 02 di Kecamatan Balaraja, yang menelan anggaran sebesar Rp119.875.000 dari APBD Tahun Anggaran 2024, kini menuai kritik pedas. Dugaan asal jadi dan mengabaikan spesifikasi teknis menimbulkan pertanyaan besar atas profesionalitas pihak terkait, Minggu (1/12/2024).

Proyek yang dikerjakan oleh CV. Septian Putra ini tampak dikebut seolah hanya demi mengejar penagihan sebelum pergantian tahun. Mirisnya, pelaksanaan proyek ini sama sekali tidak memperhatikan standar Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang seharusnya menjadi pedoman utama dalam pekerjaan pemerintah. Apakah ini gambaran proyek yang dibiayai uang rakyat?
Dinas Pendidikan sebagai pemilik proyek, CV. Septian Putra sebagai pelaksana, serta para pekerja lapangan menjadi sorotan. Namun, pengawasan dari pihak dinas, kontraktor, maupun pengawas lapangan nyaris tak terlihat. Dugaan kelalaian kolektif ini mempertegas lemahnya akuntabilitas dalam pelaksanaan proyek publik.

SDN Balaraja 02 menjadi saksi bisu kelalaian yang membahayakan. Bongkaran material berserakan tanpa pembatas, debu beterbangan, serta puing-puing tajam dibiarkan mengancam keselamatan anak-anak sekolah. Ironisnya, ini terjadi di tempat yang seharusnya menjadi lingkungan aman untuk belajar.
Zarkasih, Ketua DPD YLPK Perari yang dikenal dengan panggilan Rizal, menyampaikan kritik tajam terkait proyek pemetaan halaman SDN Balaraja 02. “Proyek seperti ini harusnya dijalankan dengan perencanaan matang, terutama terkait keselamatan anak-anak yang menjadi prioritas utama,” ujarnya. Ia juga mendesak pihak terkait untuk mengevaluasi pelaksanaan proyek tersebut dan memastikan adanya kepatuhan terhadap standar konstruksi serta keselamatan.
Selain itu, Rizal meminta transparansi dari pihak yang bertanggung jawab untuk menjelaskan apakah proyek ini memenuhi persyaratan teknis dan administrasi sesuai aturan. “Jangan sampai ada indikasi bahwa proyek ini hanya mengejar keuntungan tanpa peduli pada dampak negatifnya,” tegasnya.

Proyek yang berlangsung di akhir tahun ini semakin menunjukkan pola yang kerap terjadi: pengerjaan terburu-buru demi mengejar tenggat penagihan. Bahkan, pada hari pemilu saja di mana warga sibuk menggunakan hak pilihnya, para pekerja tetap melanjutkan pekerjaan tanpa memedulikan momen penting demokrasi, mengindikasikan dugaan golput massal.
Salah satu dugaan kuat adalah mentalitas “asal jadi” demi keuntungan instan. Bongkaran tembok lama yang tidak dilakukan secara menyeluruh, besi berkualitas rendah, serta sambungan sluf dasar yang asal-asalan menjadi bukti bahwa spesifikasi teknis diabaikan. Jika ini dilakukan oleh kontraktor yang konon sering memenangkan tender besar, pertanyaan besar muncul: di mana pengawasan dan tanggung jawabnya?
Proyek ini berjalan tanpa kepatuhan pada standar keamanan dan keselamatan kerja (K3). Para pekerja tampak tidak dilengkapi alat pelindung diri, bahkan tidak ada pengawasan lapangan yang memadai. Dinas Pendidikan sebagai pemilik proyek tampak lepas tangan, memperkuat dugaan bahwa pekerjaan ini hanya formalitas.
Anak-anak yang setiap hari harus berhadapan dengan debu, puing, dan material berbahaya menjadi korban nyata dari kelalaian ini. Tidakkah keselamatan dan kesehatan mereka lebih berharga dari sekadar mengejar deadline penagihan?
Penggunaan besi yang tidak sesuai spesifikasi menjadi indikasi bahwa proyek ini diduga penuh penghematan yang tidak semestinya. Jika standar material saja dilanggar, bagaimana dengan aspek lain? Apakah semua ini sengaja dilakukan untuk menekan biaya demi keuntungan lebih besar?
Dinas terkait, Inspektorat, hingga lembaga seperti KPK perlu turun tangan untuk memeriksa dugaan penyimpangan ini. Jika ini dibiarkan, maka kita hanya akan terus menyaksikan pola berulang: proyek pemerintah yang tidak memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.
Proyek ini adalah bukti bahwa profesionalitas dalam pengelolaan anggaran publik masih jauh dari harapan. Dinas Pendidikan, kontraktor, hingga pihak-pihak terkait harus ingat bahwa setiap rupiah yang digunakan berasal dari keringat rakyat. Jangan sampai kepercayaan publik terus terkikis akibat proyek asal-asalan seperti ini.
Proyek SDN Balaraja 02 menjadi cerminan buruknya manajemen proyek pemerintah. Dugaan kebut setoran, pengabaian keselamatan, dan penggunaan material tidak standar bukan hanya mencederai kepercayaan publik, tetapi juga mempertaruhkan keselamatan generasi penerus. Akankah ini menjadi pembelajaran, atau hanya menjadi potret buram yang terulang?
(Red)