April 18, 2025
IMG_20250219_185402

ExposeBanten.com | Jakarta – Presiden Prabowo Subianto merombak susunan Kabinet Merah Putih pada Rabu (19/2/2025), bertepatan pada hari ke-122 pemerintahan Prabowo-Gibran yang dimulai pada 20 Oktober 2024.

Reshuffle pertama yang dilakukan Prabowo ini lebih cepat dibandingkan perombakan perdana kabinet yang dilakukan Presiden sebelumnya.

Prabowo hanya mencopot satu orang menteri yakni Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro dan beberapa Kepala Lembaga.

Dalam Kabinet Merah Putih yang dipimpin oleh Prabowo-Gibran, hanya terdapat 5 perempuan dari total 53 menteri, atau sekitar 9 persen. Padahal sudah lama aktivis perempuan memperjuangkan 30% suara perempuan dalam pemerintahan.

Ratu Nisya Yulianti, Aktivis Perempuan yang lahir ditanah ‘Jawara’ Banten sekaligus Wakil Bendahara Umum PB HMI Periode 2024-2026 turut menyikapi fenomena ini menyampaikan kepada ExposeBanten.com pada Rabu (19/2/2025).

“Kita tahu, Kabinet Merah Putih yang dibentuk Prabowo-Gibran kini berukuran ‘raksasa’, tapi minim perempuan. Beberapa menteri perempuan hanya menempati posisi ‘jatahnya perempuan,” ucap Nisa.

“Dihari ke-122 dilakukan perombakan secara cepat namun tetap tidak memperlihatkan proporsional porsi dan ruang perempuan, hal ini tidak sejalan dengan pernyataan janji kampanye Prabowo. Saat itu, ia mengakui pentingnya kesetaraan gender di bidang politik. Dirinya juga menyatakan akan mendorong peran perempuan di pemerintahan jika terpilih sebagai presiden”

Kelima sosok Menteri perempuan yang kita ketahui antara lain Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan, Meutya Hafid sebagai Menteri Komunikasi dan Digital, Rini Widiyantini sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Widiyanti Putri sebagai Menteri Pariwisata, dan Arifatul Khoiri Fauzi sebagai Menteri Perlindungan Perempuan dan Anak. Artinya, jumlah perempuan hanya sekitar 9 persen dari total 48 menteri dan kepala badan dalam Kabinet Merah Putih,” ujar Nisa, Lanjutnya.

Dengan demikian, minimnya ruang untuk perempuan di tataran pemerintahan dianggap bentuk pengabaian demokrasi. Ratu menyatakan pesimis dengan Kabinet Merah Putih ini, karena sebagian besar hanya bagi-bagi kue, tapi tidak lagi bicara soal siapa yang duduk. Juga tidak bicara siapa yang tepat untuk duduk di sana. Masyarakat sipil tak pernah diajak untuk merumuskan kebijakan untuk posisi ini.

“Siapapun aktivis perempuan memandang ini sebagai ironisme. Ini ironi di tengah upaya semua orang yang sedang mengedepankan kepemimpinan dan representasi perempuan dalam politik,” tutur Nisa Wakil Bendahara Umum PB HMI, Lanjutnya.

“Harus kita sepakati bahwa kepemimpinan perempuan di sektor swasta maupun publik, sangat penting bagi kesejahteraan bangsa. Riset lembaga McKinsey tahun 2018-2021 mengatakan, kepemimpinan perempuan mampu menciptakan organisasi yang lebih sehat dan egaliter. Serta menghasilkan keputusan yang komprehensif dan inklusif karena melihat dari berbagai aspek”

Masih Kata Nisa,” Perempuan juga menempati posisi krusial dalam pembangunan berkelanjutan. Pasalnya, jumlah perempuan Indonesia hampir setengah dari total penduduk. Menurut data BPS per Februari 2023, jumlah perempuan Indonesia sebanyak 136,3 juta dari total penduduk 275,7 juta. Namun, kepemimpinan perempuan di tampuk tertinggi negara tampak masih jauh panggang dari api.

“Meskipun pengarusutamaan gender sudah coba dihadirkan sejak 24 tahun lalu, nyatanya peran perempuan masih dikesampingkan, bahkan di pemerintahan baru. Peran perempuan mestinya menjadi kunci penting untuk memastikan setiap program pemerintah responsif terhadap kebutuhan spesifik perempuan dan kelompok rentan”

Rendahnya jumlah menteri perempuan kali ini menggambarkan cara pandang presiden terpilih. Pemerintahan Prabowo-Gibran, melalui jajaran kabinetnya, terlihat sangat maskulin dan patriarkal,” ucap Nisa dengan nada pedas.

Nisa Menambahkan,” Oleh karena itu Ratu menilai Kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran jadi contoh lain realitas pemerintahan yang maskulin. Hal ini pun menimbulkan pertanyaan “bisakah kita memegang harapan akan adanya kebijakan yang inklusif dan adil gender?

“Seyogianya representasi perempuan di politik lebih baik dari yang terjadi saat ini. Perempuan harus lebih dipertimbangkan di kursi kabinet pemerintahan atas dasar keahlian dan kompetensi mereka di bidang yang ditunjuk. Bukan lagi sekadar karena afiliasi politik, atau bahkan hanya untuk memenuhi kuota representasi”

Keterwakilan perempuan bukan sekadar simbol, ia harus dibarengi pemikiran, ide, gagasan, nilai, dan tindakan yang nyata bukan hanya karena kedekatan keluarga atau daya titipan yang terasa,” Tegas aktivis perempuan dan sekaligus Wakil Bendahara Umum PB HMI.

(Red)

Please follow and like us:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *