May 7, 2025
IMG_20250506_021952

ExposeBanten.com | Tangerang – Kembali terjadi penarikan sepihak kendaraan bermotor di wilayah Kalapa Dua Kabupaten Tangerang, pada Senin (5/5/2025).

Kali ini, dugaan praktik premanisme menyeret nama PT. Bintang Sinergi Nusantara (BSN) Cabang Kelapa Dua dan leasing FIF Balaraja. Pengguna motor Honda Beat tahun 2018 dengan nomor plat BG 5112 BAH menjadi korban penarikan paksa tanpa prosedur hukum yang jelas.Mereka mengaku dituding menunggak angsuran, meski tidak pernah menerima surat resmi maupun panggilan dari pihak leasing sebelumnya.

Mirisnya, aksi ini dilakukan dengan cara membrudul alias mengepung pengguna motor secara kasar dan intimidatif, bahkan di ruang publik yang menimbulkan trauma psikologis bagi korban.

Kejadian ini menyisakan banyak pertanyaan. Kenapa BSN bisa memiliki data konsumen secara rinci? Dari mana data penunggak diperoleh? Apakah tidak ada pelanggaran dalam penyebaran data konsumen tersebut? Publik mulai mempertanyakan legalitas dan etik dalam praktik penagihan yang dilakukan perusahaan pembiayaan ini.

Dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 4 menegaskan bahwa konsumen berhak atas kenyamanan dan keamanan, serta perlindungan dari tindakan sewenang-wenang. Penyitaan tanpa proses peradilan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) jelas dilarang.

Penyebaran data pribadi konsumen juga diduga melanggar UU No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi. Pasal 65 menyebutkan bahwa pihak yang menyebarkan data pribadi tanpa izin dapat dikenai sanksi pidana hingga enam tahun penjara dan denda maksimal Rp6 miliar.

“Ini bentuk arogansi dan pemalakan berjubah legalitas. Masyarakat kecil dijadikan tumbal keserakahan sistem, padahal Islam menekankan keadilan dan perlakuan manusiawi dalam urusan utang-piutang,” tegas Ustadz Ahmad Rustam. Ia menilai praktik leasing seperti ini jauh dari nilai-nilai keadilan sosial dan berpotensi menambah beban moral masyarakat.

Sementara itu, Ketua YLPK PERARI DPD Banten, Rizal, mengecam tindakan leasing yang diduga melibatkan pihak ketiga dalam bentuk matel atau debt collector ilegal. “Kami akan menyurati OJK dan mendesak investigasi atas pelanggaran etik, terutama soal penyebaran data pribadi dan metode penarikan yang intimidatif. Ini sudah masuk ranah pidana,” ujar Rizal kepada ExposeBanten.com.

Masyarakat berharap Pemkab Tangerang melalui Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Perindag, Bagian Hukum harus segera turun tangan untuk mencari solusi agar masyarakat tidak selalu dirugikan oleh pelaku usaha.

Tak hanya Pemkab, OJK dan Kepolisian juga harus ambil peran. Dalam KUHP Pasal 368, penarikan paksa tanpa dasar hukum jelas merupakan tindakan pemerasan yang dapat dipidana. Jika tidak segera ada tindakan tegas, kepercayaan publik terhadap hukum dan keadilan akan makin tergerus.

Kondisi ini juga menuntut DPRD Kabupaten Tangerang untuk melakukan fungsi pengawasan terhadap lembaga keuangan di wilayahnya.

“Jangan biarkan praktik seperti ini menjadi budaya. Sanksi administratif hingga pencabutan izin operasional harus menjadi opsi nyata untuk memberikan efek jera,” tegas Rizal Ketua YLPK PERARI DPD Banten.

Media hadir sebagai suara yang mengingatkan. Ketika penguasa abai, ketika aparat lesu, maka suara rakyat harus digaungkan melalui pena. Ini bukan sekadar kasus leasing, tapi masalah moral, hukum, dan keadilan sosial.

“Kami menunggu tanggapan resmi dari BSN, FIF Balaraja, serta seluruh pihak terkait. Jika memang tidak bersalah, buktikan dengan transparansi dan akuntabilitas, bukan diam dan saling lempar tanggung jawab,” papar Rizal.

Dirinya berharap agar semua elemen aparat, lembaga pengawas, dan pemerintah daerah segera membuka mata.

Ia berharap stop pembiaran hukum bukan hanya untuk yang lemah, keadilan milik hak semua warga negara termasuk mereka yang hanya punya sepeda motor sebagai alat penghidupan.

(Red)

Please follow and like us:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *